HAKIKAT, FUNGSI, TUJUAN
DAN KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI
PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL
Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas semester 3
Tahun Pelajaran 2016.2
bidang studi PKn
Disusun oleh:
AGUNG DALIS WIBOWO
AGUNG PRIYO
SANTOSO
AHMADA ANAS
SYAFRIZA
BINTI NUR HAYATI
DIANA KHOLIDAH
ERTINA ZAMZESI
SEMESTER 3 A
UPBJJ UNIVERSITAS TERBUKA JEMBER
POKJAR PURWOHARJO
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya makalah
ini. Makalah ini kami buat berisi tentang materi PKn yang
mencakup Tujuan dan hakikat dan fungsi PKn di SD beserta karakteristiknya.
Makalah ini berjudul “Hakikat, fungsi, tujuan dan karakteristik PKn sebagai
pendidikan nilai dan moral.”
Penulisan
makalah ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, jadi penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Ahmad Hafandi selaku tutor pembimbing yang
telah memberikan tugas makalah ini.
2. Orang
Tua yang telah mencurahkan berbagai bantuan sepiritual, moral, maupun mental.
3. Teman-teman
kelompok 1, yang telah bekerjasama menyelesaikan tugas makalah ini.
Akhir
kata, kesempurnaan hanyalah milik Allah. Demikian dengan makalah ini masih jauh
dengan sempurna. Kami minta maaf sebanyak-banyaknya kepada para pembaca bila
ada kesalahan dalam makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Purwoharjo,
07 Oktober 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, khususnya pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar,
mata pelajaran PKN berfungsi sebagai wahana pengembangan karakter yang demokratis
dan bertanggung jawab, serta melalui PKN sekolah dikembangkan sebagai pusat
pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dalam kehidupan demokratis.
Pengetahuan dan
kemampuan sangat penting bagi setiap guru sekolah dasar guna mengetahui sejauh
mana seorang siswa benar-benar telah mencapai tujuan pengajaran PKN di sekolah
dasar. Pendidikan tidak dapat lepas dari sebuah proses dimana guru membantu
dalam perubahan siswa ke arah yang dianggap baik.
1.2 Rumusan
Masalah
A.
Apa tujuan hakikat dan fungsi PKn di SD?
B.
Apasaja ruang lingkup PKn di SD?
C.
Bagaimana tuntutan pedagogis PKn di SD?
D.
Bagaimana karakteristik PKn sebagai
pendidikan nilai dan moral?
E.
Bagaimana pendidikan nilai dan moral
dalam standar isi PKn di SD?
1.3 Tujuan
A.
Agar pembaca dapat memahami tujuan
hakikat dan fungsi PKn di SD.
B.
Agar pembaca dapat memahami Apasaja
ruang lingkup PKn di SD.
C.
Agar pembaca dapat memahami tuntutan
pedagogis PKn di SD.
D.
Agar pembaca dapat memahami
karakteristik PKn sebagai pendidikan nilai dan moral.
E.
Agar pembaca dapat memahami pendidikan
nilai dan moral dalam standar isi PKn di SD.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
HAKIKAT, FUNGSI, DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SD
2.1.1 HAKIKAT, FUNGSI, DAN TUJUAN PKN DI SD
Dalam
kurikulum Pendidikan Dasar 94, terdapat mata pelajaran “Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan”, yang disingkat dengan PPkn. Istilah “Pendidikan pancasila
dan Kewarganegaraan”, pada saat itu secara hukum tertera dalam undang-Undang No
2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sejak diundangkannya UU Sisdiknas No
20 tahun 2003 secara hukum istilah tersebut sudah berubah menjadi “Pendidikan
Kewarganegaraan”. Oleh karena itu nama mata pelajaran tersebut di SD berubah
menjadi Mata Pelajaran Pendidikan Kewaganegaraan.
A. Hakikat
Pendidikan Kewarganegaraan
Apabila kita
kaji secara historis-kurikuler mata pelajaran tersebut telah mengalami pasang
surut pemikiran dan praktis. Sejak lahir kurikulum tahun 1946 diawal
kemerdekaan sampai pada era reformasi saat ini. Dalam Kurikulum 1957, dan
Kurikulum 1961 tidak dikenal adanya mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam Kurikulum 1946 dan 1957 materi tersebut dikemas dalam Mata Pelajaran
Pengetahuan Umum di SD atau Tata Negara di SMP dan SMA.
Dalam
Kurikulum SD tahun 1968 dikenal Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara
(PKN). Menurut Kurikulum SD 1968 Pendidikan Kewargaan Negara mencakup Sejarah
Indonesia, Geografi, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan
Negara. Dalam kurikulum SMP 1968 PKN tersebut mencakup materi sejarah Indonesia
dan Tata Negara, sedang dalam Kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisikan
materi UUD 1945.
Menurut
Kurikulum SPG 1968 PKN mencakup sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan, dan Hak
Asasi Manusia (HAM). Dalam Kurikulum Proyek Printis sekolah Pembangunan (PPSP)
1973 terdapat Mata Pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan Pengetahuan
Kewargaan Negara. Menurut Kurikulum PPSP 1973 diperkenalkan Mata Pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial untuk SD 8 tahun yang berisikan
integrasi materi Ilmu pengetahuan Sosial. Di sekolah Menengah 4 tahun selain
studi Sosial terpadu juga terdapat Mata pelajaran PKN sebagai Program inti dan
Civics dan Hukum sebagai program utama Jurusan Sosial.
Oleh
Somantri (1967) istilah Kewargaannegara merupakan terjemahan dari “civics” yang
merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak
didik agar menjadi warga Negara yang baik (good citizen). Warga Negara yang
baik adalah warga Negara yang tahu, mau, dan mampu berbuat baik” (somantri
1970) atau secara umum yang mengetahui, menyadari, dan melaksanakan hak dan
kewajibanya sebagai warga Negara”
(Winaaputra
1978) Di lain pihak, istilah Kewarganegaraan digunakan dalam perundangan mengenai
status formal warga negara dalam suatu negara. Misalnya sebagaimana diatur
dalam UU No 2 tahun 1946 dan peraturan tentang diri kewarganegaraan serta
peraturan tentang naturalisasi atau perolehan status sebagai warga negara
Indonesia bagi orang-orang warga negara asing.
Kedua konsep
tersebut kini digunakan untuk kedua-duanya dengan istilah kewarganegaraan yang
secara konseptul diadopsi dari konsep citizenship, yang secara umum diartikan
sebagai hal-hal yang terkait pada status hukum (legal standing) dan karekter
warga negara, sebagaimana digunakan dalam perundang-undangan kewarganegaraan
untuk status warga negara, dan pendidikan kewarganegaraan untuk program
pengembangan karekter warga negara secara kurikuler.
B. Fungsi
dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara sekolah sebagai wahana pengembangan warga yang demokratis dan
bertanggung jawab, yang secara kurikuler pendidikan kewarganegaraan yang harus
menjadi wahana psikologis-pedagogis yang utama.
Secara yuridis ada beberapa
ketentuan perundang-undangan yang mengandung amanat tersebut,sebagai berikut:
1. Pembukaan Undang-Undang dasar negara
Republik Indonesia dan Perubahannya (UUD 1945 dan Perubahannya), khususnya
alinea ke-4 yang menyatakan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia
dimaksudkan untuk : ‘’…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI N0. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas)
Khususnya:
a. Pasal 3 yang menyatakan bahwa
‘’Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
b. Pasal 4 mengatakan sebagai berikut:
1) Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, Nilai Keagamaan, Nilai kultural,
dan Kemajemukan Bangsa.
2) Pendidikan diselenggarakan sebagai
satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
3) Pendidikan diselenggarakan sebagai
suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
4) Pendidikan diselenggarakan dengan
member keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta
didik dalam proses pembelajaran.
5) Pendidikan diselenggarakan dengan
mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat.
6) Pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
c. Pasal 37 ayat (1) yang menyatakan
bahwa “kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejujuran,
dan Muatan Lokal, dan ayat (2) Memuat: Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan Bahasa.
d. Pasal 38 ayat yang menyatakan bahwa
“Kurikulum Pendidkan Dasar dan Menengah dikembangkan sesuai relevansinya oleh
setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervise dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
3. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP RI NO 19
Tahun 2005 tentang SNP)
4. Pasal 6 ayat (4) menyatakan bahwa
“setiap kelompok mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan secara holistic sehinggga pembelajaran masing-masing kelompok mata
pelajaran ikut mewarnai pemahaman dan penghayatan peserta didik”.
5. Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian yaitu:
-
Paket A: SD/MI/SDLB
-
Paket B: SMP/MTs/SMPLB
-
Peket C: SMA/MA/SMALB/SMK/MAK atau bentuk lain yang
sederajat
Dalam konteks itu, khususnya pada
jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, sekolah seyogyanya dikembangkan sebagai
pranata atau tatanan sosial-Pedagogis yang kondusif atau memberi suasana bagi
tumbuh kembangnya berbagai kualitas pribadi peserta didik.
Sekolah sebagai bagian integral dari
masyarakat perlu dikembangkan sebagai pusat pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sepanjang hayat, yang mampu memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran
demokratis.
Dalam kerangka semua itu mata
pelajaran PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter
warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab. Peran PKn dalam
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat, melalui
pemberian keteladanan, pembangunan kemauan, dan pengembangan kreatifitas
peserta didik dalam proses pembelajaran.
Melalui PKn sekolah perlu dikembangkan
sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dan
berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan demokrasi. Dari kedua
konsep dasar tersebut dapat dikemukakan bahwa paradigma pendidikan demokrasi
melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah adalah pendidikan
demokrasi yang bersifat multidimensional atau bersifat jamak. Sifat
multidimensionalnya itu terletak pada:
-
Pandangan
yang pluralistik – uniter (bermaacam-macam tetapi menyatu) dalam
pengertian Bhineka Tunggal Ika.
-
Sikapnya
dalam menempatkan individu, Negara, dan masyarakat global secara harmonis.
-
Tujuannya
yang diarahkan pada dimensi kecerdasan (spiritual, rasional, dan sosial)
-
Konteks
(setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel atau
luwes, dan bervariasi kepada dimensi tujuannya.
Dalam
program pendidikan,
paradigma ini menuntut hal-hal sebagai berikut:
1.
Pertama, memberikan perhatian yang cermat dan usaha
yang sungguh-sungguh pada pengembangan pengertian tentang hakikat dan
karekteristik aneka ragam demokrasi, bukan hanya yang berkembang di Indonesia.
2.
Kedua, mengembangkan kurikulum dan pembelajaran yang
sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengeksplorasi
sebagaimana cita-cita demokrasi telah diterjemahkan ke dalam kelembagaan dan
praktik diberbagai belahan bumi dan dalam berbagai kurun waktu.
3.
Ketiga, tersedianya sumber belajar yang memungkinkan
siswa mampu mengekplorasi sejarah demokrasi di negara untuk dapat menjawab
persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya
itu secara jernih.
4.
Keempat, tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi
siswa untuk dapat memahami penerapan demokrasi di negara lain sehingga mereka
memiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan sistem demokrasi dalam
berbagai konteks.
Situasi
sekolah
dan kelas dikembangkan sebagai democratic laboratory atau lab demokrasi dengan
lingkungan sekolah/kampus yang diperlakukan sebagai micro cosmos of democracy
atau linkungan kehidupan yang demokratis yang bersifat micro dan memperlakukan
masyarakat luas sebagai open global classroom atau sebagai kelas yang terbuka.
Dengan cara
itu akan memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi yang
demokratis dan membangun kehidupan yang lebih demokratis. Itulah makna dari
konsep “learning and for democracy, and for democracy” dengan PKn sebagai
wahana kurikuler yang utama.
2.1.2 RUANG LINGKUP PKN DI SD
Dalam
lampiran Permendiknas
No 22 tahun 2006 dikemukakan bahwa “mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan warga negara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarekter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945” Sedangkan tujuannya digariskan dengan tegas
adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menaggapi isu kewarganegaraan.
2.
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
serta anti korupsi.
3.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk
membentuk diri berdasarkan karekter-karekter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan
dunia secara langsung atau idak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Ditetapkan pula
bahwa “Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan
pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai
dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum”. Kompetensi yang
dimaksud terdiri atas Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dikembangkan
berdasarkan standar Kompetensi Lulusan. Muatan Lokal dan kegiatan pengembangan
diri merupakan bagian integral dari stuktur kurikulum pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah.
Berdasarkan Pemendiknas
No. 22 tahun 2006 Ruang lingkup Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Pendidikan Dasar dan Menengah secara umum meliputi aspek-aspek
sebagai berikut:
a.
Persatuan dan Kesatuan Bangsa
b.
Norma, Hukum dan Peraturan
c.
Hak Asasi Manusia
d.
Kebutuhan Warga Negara
e.
Konstitusi Negara
f.
Kekuasaan dan Politik
g.
Pancasila
h.
Globalisasi
2.1.3 TUNTUTAN PEDAGOGIS PKN DI SD
Istilah pedagogis diserap dari bahasa Inggris paedagogical. Sesungguhnya akar katanya adalah paes dan ago (bahasa
lati), artinya saya membimbing. Kemudian, muncul istilah paedogogy yang artinya ilmu mendidik atau ilmu pendidikan
(Purbakawatja 1956). Tuntunan pedagogis diartikan sebagai pengalaman belajar (learning experiences) yang bagaimana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan, dalam pengertian
ketuntasan penguasaan kompetensi kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat
dalam lingkup isi dan kompetensi dasar.
Implikasi dari lingkup isi
PKn SD/MI perlu dikaitkan dengan esensi kualitas warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, guru perlu merumuskan berbagai
implikasi dari tuntutan isi PKn terhadap wawasan demokrsi, sikap emokrasi dan
tanggung jawab, serta perilaku demokratis.
Semua kompetensi dasar untuk
setiap kelas menuntut perilaku nyata . Hal
ini berarti bahwa konsep dan nilai kewarganegaraan diajarkan tidak boleh
berhenti pada pikiran semata, tetapi harus terwujudkan dalam perbuatan nyata.
Dengan kata lain PKn menuntut
terwujudkannya pengalaman belajar yang bersifat utuh memuat belajar kognitif,
belajar nilai dan sikap, dan belajar perilaku. PKn seharusnya tidak lagi
memisah-misahkan domain-domain perilaku dalam belajar. Proses pendidikan yang
dituntut dan menjadi kepedulian PKn adalah proses pendidikan yang terpadu utuh,
yang juga disebut sebagai bentuk confluent
education (Mc, Neil, 1981). Tuntutan pedagogis ini memerlukan persipan
mental, profesionalitas, dan hubungan sosial guru-murid yang kohesif. Guru seyogianya siap memberi contoh dan menjadi contoh.
Dalam PKn berlaku pada postulat bahwa Value
is neither tought now cought, it is learned. Postulat tersebut mengandung
makna bahwa nilai tidak bisa diajarkan ataupun ditangkap sendiri tetapi dicerna
melalui proses belajar. Oleh karena itu, nilai harus termuat dalam materi
pelajaran PKn.
PKn merupakan mata pelajaran
dengan visi utama sebagai pendidikan
demokrasi yang bersifat multidimensional.
Ia merupakan pendidikan nilai demokrasi, pendidikan moral, pendidikan sosial,
dan masalah pendidikan politik. Namun, yang paling menonjol adalah sebagai
pendidikan nilai dan pendidikan moral. Oleh karena itu, secara singkat PKn
dinilai sebagai mata pelajaran yang mengusung misi pendidikan dan moral.
Alasannya antara lain sebagai berikut.
1.
Materi PKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 45 beserta dinamika
perwujudan dalam kehidupan masyarakat negara Indonesia.
2.
Sasaran belajar akhir PKn adalah perwujudan
niilai-nilai tersebut dalam perilaku
nyata kehidupan sehari-hari.
3.
Proses
pemvelajarannya menuntut terlibatnya emosional, intelektual, dan sosial dari
peserta didik dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami (bersifat kognitif), tetapi dihayati (bersifat objektif) dan dillaksanakan (bersifaat perilaku).
Sebagai pengayaan teoretik,
pendidikan nilai dan moral sebagaimana dicakup dalam PKn tersebut, dalam
pandangan Lickona (1992) disebut “educating for character” atau “pendidikan
watak” Lickona mengartikan watak atau karakter sesuai dengan pandangan filosof
Michael Novak (Lickona 1992 : 50-51), yakni Compatible
mix of all those virtues identified by religions traditions, literary stories,
the sages, and persons of common sene down through history. Artinya suatuu
perpaduan yang harmonis dari berbagai kebajikan
yang tertuang dalam keagamaan,
sastra, pandangan kaum cerdik-pandai dan manusia pada umumnya sepanjang zaman.
Oleh karena itu, Lickona (1992, 51) memandang karakter atau watak itu memiliki
tiga unsur yang saling berkaitan yakni moral
knowing, moral feeling, and moral behavior atau konsep moral, rasa dan
sikap moral dan perilaku moral. Setiap konsep nilai Pancasila yang telah
dirumuskan sebagai butir materi PKn pada dasarnya harus memiliki aspek moral, sikap moral, dan perilaku
moral
Dalam pembahasan kita
mengenai PKn sebagai pendidikan nilai dan moral dikaitan dengan konsep
pendidikan watak kiranya kita dapat mencapai hal-hal sebagai berikut.
1.
PKn
sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama sebgai pendidikan nilai dan
moral pada akhrnya akan bermakna pada pengembangan watak atau karakter peserta didik
sesuai dengan dan merujuk kepada nilai-nilai dan moral Pancasila.
2.
Nilai
dan moral Pancasila dan UUD 45 dapat dikembangkan dalam diri peserta didik
melalui pengembangan konsep moral, sikap moral, dan perilaku setiap rumusan
butir nilai yang telah dipilih sebagai materi
PPKn.
Oleh karena itu, bagi
pendidikan di Indonesia PKn daat dikatakan sebagai program pembelajaran nilai
dan moral Pancasila dan UUD 1945 dalam diri peserta didik. Watak ini
pembentukannya harus dirancang sedemikian rupa sehinngga terjadi keterpadduan
konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral Pancasila dan UUD 45. Dengan
demikian pula kita dapat menegaskan kembali bahwa PKn merupakan suatu bentuk
mata pelajaran yang mencerminkan konsep, strategi, dan nuansa compleement education. Pendidikan yang
memusatkan perhatian pada pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
\
2.2
KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL
2.2.1 PENDEKATAN PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN
MORAL DI SD
Konsep
Pendikan nilai secara teoritik, Herman (1972) mengemukakan suatu prinsip yang
sangat mendasar, yakni bahwa “…value is neither taught nor cought, it is
learned” yang artinya bahwa substansi nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan
diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna dalam arti ditangkap,
diinternalisasi, dibakukan sebagai bagian yang melekat dalam kualitas pribadi
seseorang melalui proses belajar.
Dalam latar
kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah berlangsung dalam kehidupan
masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Tradisi ini dapat dilihat dari
petatah-petitih adat, tradisi, lisan turun-temurun seperti dongeng, nasihat,
simbol-simbol, kesenian daerah seperti “kekawihan” di tatar pesundan dan
“berbalas pantun” ditatar melayu.
Sebagai
salah satu unsur kebudayaan (Kuncaraningrat 1978) kesenian pada dasarnya
merupakan produk budaya masyarakat yang melukiskan penghayatan tentang nilai yang
berkembang dalam lingkungan masyarakat pada masing-masing jamanya.
Berkaitan
dengan nilai-nilai dalam masyarakat, proses “indiginasi”, yakni pemanfaatan
budaya daerah untuk pembelajaran mata pelajaran lain dengan tujuan \untuk
mendekatkan pelajaran itu dengan lingkungan sekitar siswa menjadi sangat
penting. Hasil belajar akan lebih bermakna sebagai wahana pengembangan watak
individu sebagai warga negara. Contohnya legenda dari seluruh tanah air.
Dalam
pengertian generik, konsep dan proses pendidikan merupakan proses yang sengaja
dirancang dan dilakukan untuk mengembangkan potensi individu dalam interaksi
dengan lingkungannya sehingga menjadi dewasa dan dapat mengarungi kehidupan
dengan baik, dalam arti selamat di dunia dan di akhirat.
Oleh karena
itu tepat sekali dikatakan pada dasarnya pendidikan mempunyai dua tujuan besar
yakni mengembangkan individu dan masyarakat yang “smart and good” (Lickona 1992
: 6). Konsepsi tujuan tersebut mengandung arti bahwa tujuan pendidikan tidak
lain adalah mengembangkan individu dan masyarakat agar cerdas (smart) dan baik
(good)
Secara
elaboratif tujuan ini oleh bloom dkk (1962) dirinci menjadi tujuan
pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik, yakni pengembangan
pengetahuan dan pengertian, nilai dan sikap, dan keterampilan psikomotorik.
Pasal 1
butir 1 UU Sidikan 20/2003, ditegaskan bahwa pendidikan adalah …….usaha dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pasal
3 dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selanjutnya
sebagai prinsip pendidikan ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
1.
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultual,dan kemajemukan bangsa.
2.
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistematis dengan sistem terbuka dan multimakna.
3.
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
5.
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu pendidikan (Pasal 4)
Aspek cerdas
dan baik itu seyogyanya dipandang sebagai satu kesatuan utuh. Hal itu tercermin
dari konsep kecerdasan saat ini, dimana kecerdasan tidak semata-mata berkenaan
dengan aspek nalar atau intelektualitas atau kognitif, tetapi melingkupi segala
potensi individu. Di dalam konteks pemikiran taksonomi bloom pengembangan nilai
dan sikap termasuk dalam kategori afektif, yang secara khusus berisikan perasaan
dan sikap (value and attitudes).
Proses
pendidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan nilai dan sikap ini di dunia
barat dikenal dengan “value education, effective education, moral education,
caracteer education” (Winataoutra 2001). Di Indonesia wacana pendidikan nilai
tersebut secara kurikuler terintegrasi antara lain dalam pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, pendidikan bahasa dan seni.
Bagaimana PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki
misi adalah pendidikan Nilai dan Moral?
Pendidikan
nilai dalam penjelasan pasal 37 Undang-Undang Republik Indonesia No 20
Tahun 2003, secara khusus tidak menyebutkan tetapi secara Implisit, antara lain
tercakup dalam muatan pendidikan kewarganegaraan yang secara substantif dan
pedagogis mempunyai misi mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsan dan rasa cinta tanah air.
Hal itu juga
ditopang oleh rumusan landasan kurikulum, yang pada pasal 36 ayat (3) secara
eksplesit perlu memperhatikan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan,
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni, keragaman potensi daerah dan
lingkungan dan peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik.
Dalam
konteks kehidupan masyarakat, kita melihat betapa masih besarnya kesenjangan
antara konsep dan muatan nilai yang tercermin dalam sumber-sumber
normatif konstitusional dengan fenomena sosial, cultural, politik,
ideologis, dan regiositas. Kita menyaksikan kondisi paradoksi antara nilai dan
fakta dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara RI sampai dengan saat
ini.
Alisyahbana
(1976) mengatakan bahwa “value as integrating forces and personality, society
and culture” nilai merupakan perekat-pemersatu dalam diri masyarakat dan
kebudayaan. Secara psikologis dan sosial yang dimaksudkan dengan cerdas itu
bukanlah hanya cerdas rasional tetapi juga cerdas emosional, cerdas sosial dan
cerdas spiritual. (Sanusi 1998, winataputra 2001) dengan kata lain individu
yang cerdas pikirannya, perasaannya, dan prilakunya. Oleh karena itu proses
pendidikan tidak boleh dilepaskan dari proses kebudayaan yang pada akhirnya
akan mengantarkan manusia menjadi insan yang berbudaya dan berkeadaban.
Secara umum
yang dimaksud dengan pembudayaan adalah proses pengembangan nilai norma dan
moral dalam diri individu melalui proses perlibatan peserta didik dalam proses
pendidikan yang merupakan bagian integral dari proses kebudayaan bangsa
Indonesia. Jika dianalisis lebih cermat dan mendalam, pendidikan nilai memiliki
dimensi pedagogis praktis yang jauh lebih kompleks daripada dimensi teoritasnya
karena terkait pada konteks sosial-kultural dimana pendidian nilai
dilaksanakan.
Perlunya
upaya pendidikan nilai moral yang dilakukan secara menyeluruh dengan pertimbangan
sebagai berikut:
1.
Pendidikan moral merupakan suatu kebutuhan
sosiokultural yang jelas dan mendesak bagi kelangsungan kehidupan yang
berkeadaban
2.
Pewarisan nilai antar generasi dan dalam suatu
generasi merupakan wahana sosiopsikologis dan selalu menjadi tugas dari proses
peradaban.
3.
Peranan sekolah sebagai wahana psikopedagogis dan
sosiopsikologis yang berfungsi sebagai pendidik moral menjadi semakin penting,
pada saat dimana hanya sebagian kecil anak yang mendapat pendidikan moral dari
orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil.
4.
Dalam setiap masyarakat terdapat landasan etika umum,
yang bersifat universal melintasi batas ruang dan waktu sekalipun dalam
masyarakat pluralistik yang mengandung banyak potensi terjadi konflik nilai.
5.
Demokrasi mempunyai banyak kebutuhan khususnya
pendidikan moral karena inti dari demokrasi adalah pemerintah yang berakar dari
rakyat dilakukan oleh wakil pembawa amanah rakyat, dan mengusung komitmen
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
6.
Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun
masyarakat adalah pertanyaan moral
7.
Terdapat dukungan yang mendasar dan luas bagi
pendidikan nilai disekolah.
8.
Komitmen yang kuat terhadap pendidikan moral sangatlah
esensial untuk menarik dan membina guru-guru yang berkeadaban dan fropesional.
9.
Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus
dilakukan sebagai suatu keniscayaan kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara serta bermasyarakat global.
Dilihat dari
substansi dan prosesnya, Lickona (1992 : 53-63) yang perlu dikembangkan dalam
rangka pendidikan nilai tersebut adalah Nilai karakter yang baik, (good
character) yang di dalamnya mengandung tiga dimensi nilai moral yaitu dimensi
wawasaan moral, dimensi perasaan moral, dimensi prilaku moral. Ketiga domain
moralita tersebut satu dengan yang lainya memiliki keterkaitan substantif dan
fungsional. Artinya bahwa wawasan dan perasaan atau sikap dan prilaku moral
merupakan tiga hal yang secara psikologis bersinergi.
2.2.2 PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL DALAM STANDAR ISI
PKN DI SD
Muatan
isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan
hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas,
terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Tujuan
pembelajaran PKn antara lain:
1. Berfikir
secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Partisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti-korupsi.
3. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lain.
4. Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Jika
kita cermati keempat rumusan tersebut yakni:
·
Berfikir kritis adalah proses psikologis
untuk memberi penilaian terhadap suatu objek atau fenomena dengan informasi yang
akurat dan otentik.
·
Berfikir rasional adalah proses
psikologis untuk memahami suatu objek dengan logika.
·
Berfikir kreatif adalah proses
psikologis untuk menghasilkan suatu cara atau proses baru yang lebih
berkualitas atas dasar pemikiran terbaik.
·
Partisipasi aktif dan bertanggung jawab
proses perlibatan sosial kultural seseorang atas dasar inisiatif sendiri dengan penuh perhatian dan kesediaan
memikul resiko.
·
Bertindak cerdas adalah aktifitas nyata
untuk melakukan sesuatu dengan pertimbangan yang matang dan utuh.
·
Hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain
adalah sikap dan cara hidup dengan individu yang berasal dari masyarakat bangsa
lain dengan prinsip saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai.
Menurut
Permendiknas NO. 22 Tahun 2006, ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah, secara umum meliputi substansi kulikuler yang
di dalamnya mengandung nilai dan moral
sebagai berikut:
a. Persatuan
Dan Kesatuan Bangsa
Meliputi:
- Hidup
rukun dalam perbedaan
- Cinta
lingkungan
- Kebanggaan
lingkungan
- Sumpah
Pemuda
- Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Partisipasi
dalam pembelaan negara
- Sikap
positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Keterbukaan
dan jaminan keadailan
b. Norma
Hukum Dan Peraturan
Meliputi:
- Tertib
dalam kehidupan keluarga
- Tata
tertib di sekolah
- Norma
yang berlaku di masyarakat
- Peraturan-peraturan
daerah
- Norma-norma
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
- Sistim
hukum dan peradilan nasional
- Hukum
dan peradilan Internasional
c. Hak
Asasi Manusia
Meliputi:
- Hak
dan kewajiban anak
- Hak
dan kewajiban masyarakat
- Instrumen
nasional dan internasional HAM
- Pemajuan
- Penghormatan
dan perlindungan HAM
d. Kebutuhan
Warga Negara
Meliputi:
- Hidup
gotong-royong
- Harga
diri sebagai warga masyarakat
- Kebebasan
berorganisasi
- Kemerdekaan
mengeluarkan pendapat
- Menghargai
keputusan bersama
- Prestasi
diri
- Persamaan
kedudukan warga negara
e. Konstitusi
negara
Meliputi:
- Proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi yang pertama
- Konstitusi-konstitusi
yang pernah digunakan di Indonesia
- Hubungan
dasar dan konstitusi
f. Kekuasaan
dan politik
Meliputi:
- Pemerintahan
desa dan kecamatan
- Pemerintahan
daerah dan otonomi
- Pemerintahan
pusat
- Demokrasi
dan sistem politik
- Budaya
politik
- Budaya
demokrasi menuju masyarakat madani
- Sistem
pemerintahan
- Pers
dalam masyarakat demokrasi
g. Pancasila
Meliputi:
- Kedudukan
pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara
- Proses
perumusan pancasila sebagai dasar negara
- Pengamalan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari
- Pancasila
sebagai ideologi terbuka
h. Globalisasi
Meliputi:
- Globalisasi
di lingkungannya
- Politik
luar negeri Indonesia di era globalisasi
- Dampak
globalisasi
- Hubungan
internasional dan organisasi Internasional
- Mengevaluasi
globalisasi
2.2.3
HUBUNGAN INTERAKTIF PENGEMBANGAN NILAI DAN MORAL DALAM PKN SD
Konsep-konsep
values education, moral education, education for virtues diperkenalkan sebagai
program dan proses pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, atau
menurut bloom untuk mengembangkan nilai dan sikap. Pendidik di dunia barat
mempunyai keyakinan wahana sosiopedagogis dalam menjamin kelangsungan hidup
masyarakat, bangsa, dan negara
Lickona
(1992: 4-5) mengemukakan semua negara bagian amerika serikat dan semua unsur
dalam masyarakat, publik dan privat sepakat dan mendorong agar dunia persekolahan
mengambil peran yang aktif dalam pendidikan nilai khususnya pendidikan nilai
moral. Tujuan utama pendidikan, yaitu mengembangkan individu yang “cerdas dan
baik”. Lickona (1992:6-7) melihat bahwa pemikir dan pembangun demokrasi, sebagai
paradigma kehidupan di dunia barat berpandangan bahwa pendidikan moral
merupakan aspek yang esensial bagi perkembangan dan berhasilnya kehidupan
demokrasi. Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dari, oleh dan untuk
rakyat. Setiap individu warga negara seyogyanya mengerti dan memiliki komitmen
terhadap fondasi moral demokrasi yakni menghormati hak orang lain, mematuhi
hukum yang berlaku, partisipasi dalam kehidupan masyarakat, dan peduli terhadap
perlunya kebaikan bagi umum.
Pendidikan
nilai dalam dunia barat adalah pendidikan nilai yang bertolak dari dan bermuara
pada nilai-nilai sosial-kultural
demokrasi.
Jean
piaget pada masa hidupnya pernah menjadi wakil direktur “institute of education
science” dan sebagai guru besar (profesor) psikologi eksperimental pada university
of geneva. Piaget bertolak dari postulat/asumsi dasar bahwa “moralita berada dalam suatu sistem
aturan”. Atas dasar itu ia meneliti bagaimana anak menyadari adanya aturan dan
bagaimana ia menerapkan aturan itu dalam suatu permainan. Sifat heteronomi anak
disebabkan oleh faktor kematangan struktur kognitif yang ditandai sifat
egosentrisme dan hubungan interaktif
dengan orang dewasa dimana anak merasa kurang berkuasa dibanding orang
dewasa . Sedang sifat autonomi dipengaruhi oleh kematangan struktur
kognitif yang ditandai oleh kemampuan
mengkaji aturan secara kritis dan menerapkannya secara selektif yang muncul
dari sikap resiprositas dan kerjasama.
Bertolak
dari teorinya itu piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah seyogyanya
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan (decision
making skills) dan memecahkan masalah (problem solving) dan membina
perkembangan moral dengan cara menuntut para peserta didik untuk mengembangkan
aturan berdasarkan keadilan/kepatutan (fairness).
Lawrence
kohiberg, profesor pada harvard university, USA, sejak tahun 1969 selama 18
tahun ia mengadakan penelitian tentang perkembangan moral berlandaskan teori
perkembangan kognitif piaget ia mengajukan postulat/anggapan dasar bahwa anak
membangun cara berfikir melalui pengalaman termasuk pengertian konsep moral
seperti keadilan, hak, persamaan dan kesejahteraan manusia.
Kohlberg
(SMDE-website, 2002) menolak pendidikan nilai/karakter tradisional yang
berpijak pada pemikiran bahwa ada seperangkat kebajikan/keadaban (bag of
virtues) seperti kejuruan, budi baik, kesabaran, ketegaran yang menjadi
landasan perilaku moral. Kohlberg mengajukan pendekatan pendidikan nilai dengan
menggunakan pendekatan klarifikasi nilai (value clarification aprroach).
Kedua
teori perkembangan moral ini memiliki visi dan misi yang sama dan sampai dengan
saat ini menjadi landasan dan kerangka berfikir pendidikan nilai di dunia barat
yang dengan jelas menitiberatkan pada peranan pikiran manusia dalam
mengendalikan perilaku moralnya dan mengabaikan pertimbangan bahwa di dunia ini
ada nilai religius yang melandasi kehidupan individu dan masyarakat yang tidak
bisa sepenuhnya didekati secara rasional.
BAB III
PENUTUP
1.1
KESIMPULAN
Hakekat PKn di Sekolah
Dasar adalah sebagai program pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai
pancasila untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari hari. Fungsi PKn di Sekolah Dasar
adalah sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia
yang demokratis dan bertanggung jawab. Serta adapun fungsi lainnya yakni
membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional tujuan negara,
dan dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan
masalah pribadi, masyarakat dan negara.
Menurut Branson, tujuan civic education adalah
partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan
masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Pendidikan Nilai
cakupannya lebih luas daripada pendidikan moral karena konsep nilai mencakup
segala macam nilai seperti nilai religius, ekonomi, praktis, etis dan estetis
Pendidikan moral pada dasarnya berkenaan dengan proses pendidikan nilai etis,
yakni persoalan baik dan buruk.
PKn merupakan bagian dari bidang studi IPS yang dimana materi pengajaran erat
kaitannya dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal yang
menyangkut warga Negara dan pemerintah.
1.2
SARAN
Dalam
hal ini, PKn sangatlah berperan penting karena untuk membentuk karakter para
peserta didik sebagai warga negara yang baik dan memiliki komitmen tinggi
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari hal itulah untuk membentuk
karakter tersebut guru adalah cerminan yang harus mencerminkan sesuatu hal yang
baik sehingga dapat dicontoh oleh peserta didiknya, karena guru yang baik
pastilah peserta didiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Winataputra,
Udin S, dkk. 2014. Pembelajaran PKn di SD.
Tangerang Selatan : Universitas Terbuka
Demikian makalah kami. Semoga bermanfaat :) ^_^
SANGAT BERMANFAAT GAN, TERIMAKASIH, IZIN SALIN :D
BalasHapusSARAN : Klo bisa judul artikelnya "Modul 2 Pembelajaran PKN di SD", biar gampang di search.. ^_^